Sementara di sisi lainnya tak kurang juga sejumlah orang menilai jaman Soeharto tak lebih dari masa-masa penyiksaan yang tidak berujung.
Hukuman masyarakat yang tidak puas terahdap Soeharto tak berhenti sampai di situ, mereka menghukum secara sosial keluarga Soeharto dan koleganya dengan prediket minor melalui sebutan “Kroni Soeharto.”
Waktu terus berjalan tak perduli siapapun pengganti Soeharto memimpin negeri ini. Lambat tapi pasti, satu per satu masyarakat mulai tergelitik nalurinya membandingkan masa kini dengan masa silam. Orang-orang yang -minimal- pernah masuk masa remaja pada akhir pemerintahan Soeharto, sedikit tidaknya pasti masih tersimpan memorinya tentang situasi negara dan masyarakat Indonesia dalam aneka dimensi pada masa Soeharto.
Sebagian masyarakat diam-diam mulai merindukan hadirnya sosok kepemimpian dan kondisi negara pada zamannya presiden Soeharto. Mereka mengekspresikan kerindun itu melalui aneka bentuk dan gaya. Salah satu gaya kerinduan itu adalah ditemukan sejumlah lukisan mural berisi sentilan halus tapi tajam namun bergenre menghibur tentang gambar Soeharto.
Beberapa hal yang masih teringat di benak kita antara lain adalah :
- Soeharto menganut kebijakan Dwi Tujuan dengan memadukan keberhasilan bidang politik dengan bidang ekonomi. Meskipun itu berjalan akan tetapi belakangan muncul praktek KKN yang melibatkan kroni dan koleganya.
- Eksploitasi sumber daya alam secara ekstrim untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Meskipun kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak merata dibeberapa daerah dengan daerah lainnya memang tak dapat dipungkiri benar terjadi.
- Memberdayakan peranan militer dalam pemerintahan untuk meningkatkan disiplin aparatur negara, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa penempatan itu sekaligus melahirkan garis pemerintahan mirip komando militer ke dalam pemerintahan.
- Menindak tegas para pengacau keamanan termasuk preman dan jaringan-jaringan penacau keamanan meskipun kenyataannya kemudian mengarah kepada pelanggaran Hak Azasi Manusia dan kontraprodukti dengan prinsip-prinsip demokrasi.
- Memberi perhatian pada sektor pertanian dan nelayan serta usaha menengah ke bawah meskipun itu terkesan agar masyarakat tidak berpikir politik.
- Mengangkat derajat dan reputasi negara di mata negara tetangga (regional) dan internsional dalam bidang militer dan pertahanan meskipun hal itu menimbulkan persekongkolan dalam pengadaan perlengkapannya.
- Memberi peluang dan kemudahan bagi investor asing untuk menanam modal dan membuka pabrik atau berbisnis di Indonesia meskipun kemudian hari terdapat indikasi curang dengan tema “Ten Percent,” untuk mempermudah setiap urusan.
- Meredam setiap gejolak dalam negeri dengan cepat meskipun akhirnya ditemukan beberapa hal upaya itu kadang kala tidak tepat sasarannya.
- Menekan harga-harga kebutuhan pokok dan stablitas distribusinya dalam jangka waktu lama, termasuk menjaga harga dan disribusi BBM. Meskipun akhirnya hal tersebut menimbulkan jaringan pengadaan yang dimonopoli oleh kroni dan koleganya.
- Menciptakan dan mengutamakan kerukunan ummat beragama dan saling menghormati melalui azas Pancasila meskipun pada akhirnya Pancasila itu sendiri tidak pernah tertanam dengan seutuhnya dalam sanubari pada sebagian masyarakat Indonesia.
Waktu terus berjalan hingga akhirnya empat presiden telah datang dan (akan) pergi silih berganti meninggalkan sejarahnya masing-masing.
Presiden B.J Habibie yang menggantikannya terkenal simpatik dan energik serta intelek. Beliau pun yang hanya berkuasa tak sampai 2 tahun harus mengalami penilaian tak sedap akibat dituduh terlibat dalam melepas provnisi Timor Timur (Timor Leste saat ini).
Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gusdur, terkenal kepiawaiannya dalam berdiplomasi dan merangkul lawan dan kawan. Sayangnya sejumlah nilai minor pun tak luput melekat pada beliau. Salah satunya beliau dinilai tidak berwibawa dan tidak konsisten dalam mengatur irama politik dalam negeri.
Megawati Soekarno Putri. Mewarisi titisan darah Presiden legendaris Indoensia (Soekarno) hebat dalam menggalang persatuan dengan tema-tema nasionalisme. Beliau pun tak lepas dari sorotan tajam, sinis bercampur minor akibat terlalu lemah dalam politik luar negerinya. Beberapa kalangan menilai Megawati lebih mementingkan kepentingan partainya ketimbang nasional.